ITS diisukan menjadi kampus BHP. Siapkah mahasiswa ITS menghadapinya?Menolak atau menerima?
Klik untuk memilih tab akhir
Isi Tab 2
Isi Tab 2

Kamis, 14 Juni 2012

Berita

PENGERTIAN BERITA

Berita berasal dari bahsa sansekerta "Vrit" yang dalam bahasa Inggris disebut "Write" yang arti sebenarnya adalah "Ada" atau "Terjadi".Ada juga yang menyebut dengan "Vritta" artinya "kejadian" atau "Yang Telah Terjadi".Menurut kamus besar,berita berarti laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on-line internet.

News (berita) mengandung kata new yang berarti baru. Secara singkat sebuah berita adalah sesuatu yang baru yang diketengahkan bagi khalayak pembaca atau pendengar. Dengan kata lain, news adalah apa yang surat kabar atau majalah cetak atau apa yang para penyiar beberkan.

Menurut Dean M. Lyle Spencer : Berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian sebagian besar dari pembaca.

Menurut Willard C. Bleyer : Berita adalah sesuatu yang termasa ( baru ) yang dipilih oleh wartawan untuk  

ketika Ketegaran Diuji

Tuhannnnn....
rencanamu begitu indah
kau selalu memberiku kekuatan untuk menghadapi
cobaanmu ........
kau tau aku mampu melewati itu semua
tuhannnnn....
jangan tinggalkan diriku
dalam keadaan hampa yang selalu menguji kerapuhanku
tuhann..........
kaulahhh segalanya yang kumiliki
tempatku mencurahkan segalanya
kuatkannlah aku selalu.....

aminnnnnnnnnnnn  

Rabu, 13 Juni 2012

Puisi WR.Rendra

Karya-Karya
Drama:
- Orang-orang di Tikungan Jalan
- SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor
- Oedipus Rex
- Kasidah Barzanji
- Perang Troya tidak Akan Meletus
- dll

Sajak/Puisi:
- Jangan Takut Ibu
- Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
- Empat Kumpulan Sajak
- Rick dari Corona
- Potret Pembangunan Dalam Puisi
- Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
- Pesan Pencopet kepada Pacarnya
- Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
- Perjuangan Suku Naga
- Blues untuk Bonnie
- Pamphleten van een Dichter
- State of Emergency
- Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
- Mencari Bapak
- Rumpun Alang-alang
- Surat Cinta
- dll

Kegiatan lain:
Anggota Persilatan PGB Bangau Putih

Penghargaan:
- Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1957)
- Anugerah Seni dari Departemen P & K (1969)
- Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975)
Kembali Ke Atas Go down

PostSubyek: Re: Kumpulan Puisi WS RENDRA   Tue Oct 14, 2008 8:43 pm

Sajak Sebatang Lisong

menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka

matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak - kanak
tanpa pendidikan

aku bertanya
tetapi pertanyaan - pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis - papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan

delapan juta kanak - kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
..........................

menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana - sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan

dan di langit
para teknokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

gunung - gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam

aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki dewi kesenian

bunga - bunga bangsa tahun depan
berkunang - kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta - juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
.................................

kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing
diktat - diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata

inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan

RENDRA
( itb bandung - 19 agustus 1978 )
Kembali Ke Atas Go down


pendekatan dalam puisi


Pendekatan dalam Mengapresiasi Puisi
Pendekatan merupakan seperangkat asumsi dan prinsip yang berhubungan dengan sifat-sifat puisi. Pendekatan dalam mengapresiasi puisi terdiri dari pendekatan terhadap teks puisi serta pendekatan dalam membaca puisi.
a. Pendekatan Parafrasis
Sesuai hakikatnya, puisi mengunakan kata-kata yang padat. Oleh sebab itu, banyak puisi yang tidak mudah untuk dapat dipahami terutama oleh pembaca pemula. Ada pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan penyair dalam bentuk baru yaitu menyisipkan kata atau kelompok kata dengan tujuan memperjelas makna puisi tersebut. Pendekatan ini bertujuan menguraikan kata yang padat dan menkonkretkan yang bermakna kias.

b. Pendekatan Emotif
Pendekatan ini berupaya mengajak emosi atau perasaan pembaca, berkaitan dengan keindahan penyajian bentuk atau isi gagasan. Yang ingin diketahui pembaca adalah bagaimana penyair menampilkan keindahan tersebut. Pendekatan ini juga sering diterapkan untuk memahami puisi humor, satire, serta sarkastis.
c. Pendekatan Analitis
Cara memahami isi puisi melalui unsur intrinsik pembentuk puisi. Unsur intrinsik adalah unsur yang secara langsung membangun puisi dari dalam karya itu sendiri. Unsur intrinsik puisi terdiri dari tema, amanat, nada, perasaan, tipografi, enjambemen, akulirik, rima, gaya bahasa, dan citraan.
Citraan merupakan suatu gambaran mental atau suatu usaha yang dapat dilihat di dalam pikiran (Laurence, 1973). Citraan tersebut termuat dalam kata-kata yang dipakai penyair. Citraan atau imaji dibagi menjadi:
1) Visual imagery
2) Auditory imagery
3) Smell imagery
4)Tactile imagery
d. Pendekatan Historis
Unsur ekstrinsik dapat terdiri dari unsur biografi penyair yang turut mempengaruhi puisinya, unsur kesejarahan atau unsur historis yang menggambarkan keadaan zaman pada saat puisi tersebut diciptakan, masyarakat, dan lain-lain.
e. Pendekatan Didaktis
Pendekatan ini berupaya menemukan nilai-nilai pendidikan yang tertuang dalam puisi. Agar dapat menemukan gagasan tersebut, pembaca dituntut memiliki kemampuan intelektual dan kepekaan.
f. Pendekatan Spsiopsikologis
Berupaya memahami kehidupan sosial, budaya, serta kemasyarakatan yang tertuang dalam puisi. Puisi yang dapat dipahami menggunakan pendekatan sosiopsikologis serta pendekatan didaktis adalah puisi naratif

puisi


Puisi termasuk salah satu genre sastra yang berisi ungkapan perasaan penyair, mengandung rima dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat dan tepat. Ciri-ciri puisi dapat dilihat dari bahasa yang digunakan serta wujud puisi tersebut.
Bahasanya mengandung rima, irama, dan kiasan. Wujud puisi dapat dilihat dari bentuknya yang berlarik membentuk bait, letak tertata, dan tidak mementingkan ejaan. Mengenal puisi dapat juga membedakan wujudnya dengan membandingkan dari prosa. Ada empat unsur yang merupakan hakikat puisi, yaitu: tema, perasaan penyair, nada puisi, serta amanat.
Berdasarkan waktu kemunculannya puisi dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu puisi lama, puisi baru, dan puisi modern.
Puisi lama lahir sebelum penjajahan Belanda dan masih murni berciri khas Melayu. Puisi lama terdiri dari: mantra, bidal, pantun dan karmina, talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Puisi baru adalah puisi yang terpengaruh gaya bahasa Eropa. Penetapan jenis puisi baru berdasarkan jumlah larik yang terdapat dalam setiap bait. Jenis puisi baru dibagi menjadi distichon, terzina, quatrain, quint, sextet, septina, stanza, serta soneta.
Puisi modern adalah puisi yang berkembang di Indonesia setelah masa kemerdekaan. Berdasarkan cara pengungkapannya, puisi modern dapat dibagi menjadi puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.
Berdasarkan cara pengungkapannya, dikenal adanya puisi kontemporer dan puisi konvensional. Yang tergolong puisi kontemporer yaitu: puisi mantra, puisi mbeling, serta puisi konkret. Selain itu berdasarkan keterbacaan yaitu tingkat kemudahan memaknainya, puisi terdiri dari puisi diafan, puisi prismatis, dan puisi gelap.


Penulis dan Karya Sastra


Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
Chairil Anwar
Kerikil Tajam (1949)
Deru Campur Debu (1949)
Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
Tiga Menguak Takdir (1950)
Idrus
Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan dan Kebangsaan
Achdiat K. Mihardja
Atheis (1949)
Trisno Sumardjo
Katahati dan Perbuatan (1952)
Utuy Tatang Sontani
Suling (drama) (1948)
Tambera (1949)
Awal dan Mira – drama satu babak (1962)
Suman Hs.
Kasih Ta’ Terlarai (1961)
Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
Pertjobaan Setia (1940)
[sunting]Angkatan 1950 – 1960-an

Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-an
Pramoedya Ananta Toer
Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
Bukan Pasar Malam (1951)
Di Tepi Kali Bekasi (1951)
Keluarga Gerilya (1951)
Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
Perburuan (1950)
Cerita dari Blora (1952)
Gadis Pantai (1965)
Nh. Dini
Dua Dunia (1950)
Hati jang Damai (1960)
Sitor Situmorang
Dalam Sadjak (1950)
Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
Mochtar Lubis
Tak Ada Esok (1950)
Jalan Tak Ada Ujung (1952)
Tanah Gersang (1964)
Si Djamal (1964)
Marius Ramis Dayoh
Putra Budiman (1951)
Pahlawan Minahasa (1957)
Ajip Rosidi
Tahun-tahun Kematian (1955)
Ditengah Keluarga (1956)
Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
Cari Muatan (1959)
Pertemuan Kembali (1961)
Ali Akbar Navis
Robohnya Surau Kami – 8 cerita pendek pilihan (1955)
Bianglala – kumpulan cerita pendek (1963)
Hujan Panas (1964)
Kemarau (1967)
Toto Sudarto Bachtiar
Etsa sajak-sajak (1956)
Suara – kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
Ramadhan K.H
Priangan si Jelita (1956)
W.S. Rendra
Balada Orang-orang Tercinta (1957)
Empat Kumpulan Sajak (1961)
Ia Sudah Bertualang (1963)
Subagio Sastrowardojo
Simphoni (1957)
Nugroho Notosusanto
Hujan Kepagian (1958)
Rasa Sajangé (1961)
Tiga Kota (1959)
Trisnojuwono
Angin Laut (1958)
Dimedan Perang (1962)
Laki-laki dan Mesiu (1951)
Toha Mochtar
Pulang (1958)
Gugurnya Komandan Gerilya (1962)
Daerah Tak Bertuan (1963)
Purnawan Tjondronagaro
Mendarat Kembali (1962)
Bokor Hutasuhut
Datang Malam (1963)
[sunting]Angkatan 1966 – 1970-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.
[sunting]Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
Taufik Ismail
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
Tirani dan Benteng
Buku Tamu Musim Perjuangan
Sajak Ladang Jagung
Kenalkan
Saya Hewan
Puisi-puisi Langit
Sutardji Calzoum Bachri
O
Amuk
Kapak
Abdul Hadi WM
Meditasi (1976)
Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
Tergantung Pada Angin (1977)
Sapardi Djoko Damono
Dukamu Abadi (1969)
Mata Pisau (1974)
Goenawan Mohamad
Parikesit (1969)
Interlude (1971)
Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
Seks, Sastra, dan Kita (1980)
Umar Kayam
Seribu Kunang-kunang di Manhattan
Sri Sumarah dan Bawuk
Lebaran di Karet
Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
Kelir Tanpa Batas
Para Priyayi
Jalan Menikung
Danarto
Godlob
Adam Makrifat
Berhala
Nasjah Djamin
Hilanglah si Anak Hilang (1963)
Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
Putu Wijaya
Bila Malam Bertambah Malam (1971)
Telegram (1973)
Stasiun (1977)
Pabrik
Gres
Bom
Djamil Suherman
Perjalanan ke Akhirat (1962)
Manifestasi (1963)
Titis Basino
Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
Lesbian (1976)
Bukan Rumahku (1976)
Pelabuhan Hati (1978)
Pelabuhan Hati (1978)
Leon Agusta
Monumen Safari (1966)
Catatan Putih (1975)
Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
Hukla (1979)
Iwan Simatupang
Ziarah (1968)
Kering (1972)
Merahnya Merah (1968)
Keong (1975)
RT Nol/RW Nol
Tegak Lurus Dengan Langit
M.A Salmoen
Masa Bergolak (1968)
Parakitri Tahi Simbolon
Ibu (1969)
Chairul Harun
Warisan (1979)
Kuntowijoyo
Khotbah di Atas Bukit (1976)
M. Balfas
Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
Mahbub Djunaidi
Dari Hari ke Hari (1975)
Wildan Yatim
Pergolakan (1974)
Harijadi S. Hartowardojo
Perjanjian dengan Maut (1976)
Ismail Marahimin
Dan Perang Pun Usai (1979)
Wisran Hadi
Empat Orang Melayu
Jalan Lurus
[sunting]Angkatan 1980 – 1990an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
[sunting]Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 – 1990an
Ahmadun Yosi Herfanda
Ladang Hijau (1980)
Sajak Penari (1990)
Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
Sembahyang Rumputan (1997)
Y.B Mangunwijaya
Burung-burung Manyar (1981)
Darman Moenir
Bako (1983)
Dendang (1988)
Budi Darma
Olenka (1983)
Rafilus (1988)
Sindhunata
Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
Arswendo Atmowiloto
Canting (1986)
Hilman Hariwijaya
Lupus – 28 novel (1986-2007)
Lupus Kecil – 13 novel (1989-2003)
Olga Sepatu Roda (1992)
Lupus ABG – 11 novel (1995-2005)
Dorothea Rosa Herliany
Nyanyian Gaduh (1987)
Matahari yang Mengalir (1990)
Kepompong Sunyi (1993)
Nikah Ilalang (1995)
Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)
Gustaf Rizal
Segi Empat Patah Sisi (1990)
Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
Ben (1992)
Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
Remy Sylado
Ca Bau Kan (1999)
Kerudung Merah Kirmizi (2002)
Afrizal Malna
Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990)
Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)
Dinamika Budaya dan Politik (1991)
Arsitektur Hujan (1995)
Pistol Perdamaian (1996)
Kalung dari Teman (1998)
[sunting]Angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang “Sastrawan Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra — puisi, cerpen, dan novel — pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.
[sunting]Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
Widji Thukul
Puisi Pelo
Darman
[sunting]Angkatan 2000-an
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya “Sastrawan Angkatan 2000″. Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
[sunting]Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
Ayu Utami
Saman (1998)
Larung (2001)
Seno Gumira Ajidarma
Atas Nama Malam
Sepotong Senja untuk Pacarku
Biola Tak Berdawai
Dewi Lestari
Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
Supernova 2.1: Akar (2002)
Supernova 2.2: Petir (2004)
Raudal Tanjung Banua
Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
Ziarah bagi yang Hidup (2004)
Parang Tak Berulu (2005)
Gugusan Mata Ibu (2005)
Habiburrahman El Shirazy
Ayat-Ayat Cinta (2004)
Diatas Sajadah Cinta (2004)
Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
Dalam Mihrab Cinta (2007)
Andrea Hirata
Laskar Pelangi (2005)
Sang Pemimpi (2006)
Edensor (2007)
Maryamah Karpov (2008)
Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
Ahmad Fuadi
Negeri 5 Menara (2009)
Ranah 3 Warna (2011)
Tosa
Lukisan Jiwa (puisi) (2009)
Melan Conis (2009)


Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
Chairil Anwar
Kerikil Tajam (1949)
Deru Campur Debu (1949)
Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
Tiga Menguak Takdir (1950)
Idrus
Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan dan Kebangsaan
Achdiat K. Mihardja
Atheis (1949)
Trisno Sumardjo
Katahati dan Perbuatan (1952)
Utuy Tatang Sontani
Suling (drama) (1948)
Tambera (1949)
Awal dan Mira – drama satu babak (1962)
Suman Hs.
Kasih Ta’ Terlarai (1961)
Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
Pertjobaan Setia (1940)
[sunting]Angkatan 1950 – 1960-an

Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-an
Pramoedya Ananta Toer
Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
Bukan Pasar Malam (1951)
Di Tepi Kali Bekasi (1951)
Keluarga Gerilya (1951)
Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
Perburuan (1950)
Cerita dari Blora (1952)
Gadis Pantai (1965)
Nh. Dini
Dua Dunia (1950)
Hati jang Damai (1960)
Sitor Situmorang
Dalam Sadjak (1950)
Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
Mochtar Lubis
Tak Ada Esok (1950)
Jalan Tak Ada Ujung (1952)
Tanah Gersang (1964)
Si Djamal (1964)
Marius Ramis Dayoh
Putra Budiman (1951)
Pahlawan Minahasa (1957)
Ajip Rosidi
Tahun-tahun Kematian (1955)
Ditengah Keluarga (1956)
Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
Cari Muatan (1959)
Pertemuan Kembali (1961)
Ali Akbar Navis
Robohnya Surau Kami – 8 cerita pendek pilihan (1955)
Bianglala – kumpulan cerita pendek (1963)
Hujan Panas (1964)
Kemarau (1967)
Toto Sudarto Bachtiar
Etsa sajak-sajak (1956)
Suara – kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
Ramadhan K.H
Priangan si Jelita (1956)
W.S. Rendra
Balada Orang-orang Tercinta (1957)
Empat Kumpulan Sajak (1961)
Ia Sudah Bertualang (1963)
Subagio Sastrowardojo
Simphoni (1957)
Nugroho Notosusanto
Hujan Kepagian (1958)
Rasa Sajangé (1961)
Tiga Kota (1959)
Trisnojuwono
Angin Laut (1958)
Dimedan Perang (1962)
Laki-laki dan Mesiu (1951)
Toha Mochtar
Pulang (1958)
Gugurnya Komandan Gerilya (1962)
Daerah Tak Bertuan (1963)
Purnawan Tjondronagaro
Mendarat Kembali (1962)
Bokor Hutasuhut
Datang Malam (1963)
[sunting]Angkatan 1966 – 1970-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.
[sunting]Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
Taufik Ismail
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
Tirani dan Benteng
Buku Tamu Musim Perjuangan
Sajak Ladang Jagung
Kenalkan
Saya Hewan
Puisi-puisi Langit
Sutardji Calzoum Bachri
O
Amuk
Kapak
Abdul Hadi WM
Meditasi (1976)
Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
Tergantung Pada Angin (1977)
Sapardi Djoko Damono
Dukamu Abadi (1969)
Mata Pisau (1974)
Goenawan Mohamad
Parikesit (1969)
Interlude (1971)
Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
Seks, Sastra, dan Kita (1980)
Umar Kayam
Seribu Kunang-kunang di Manhattan
Sri Sumarah dan Bawuk
Lebaran di Karet
Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
Kelir Tanpa Batas
Para Priyayi
Jalan Menikung
Danarto
Godlob
Adam Makrifat
Berhala
Nasjah Djamin
Hilanglah si Anak Hilang (1963)
Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
Putu Wijaya
Bila Malam Bertambah Malam (1971)
Telegram (1973)
Stasiun (1977)
Pabrik
Gres
Bom
Djamil Suherman
Perjalanan ke Akhirat (1962)
Manifestasi (1963)
Titis Basino
Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
Lesbian (1976)
Bukan Rumahku (1976)
Pelabuhan Hati (1978)
Pelabuhan Hati (1978)
Leon Agusta
Monumen Safari (1966)
Catatan Putih (1975)
Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
Hukla (1979)
Iwan Simatupang
Ziarah (1968)
Kering (1972)
Merahnya Merah (1968)
Keong (1975)
RT Nol/RW Nol
Tegak Lurus Dengan Langit
M.A Salmoen
Masa Bergolak (1968)
Parakitri Tahi Simbolon
Ibu (1969)
Chairul Harun
Warisan (1979)
Kuntowijoyo
Khotbah di Atas Bukit (1976)
M. Balfas
Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
Mahbub Djunaidi
Dari Hari ke Hari (1975)
Wildan Yatim
Pergolakan (1974)
Harijadi S. Hartowardojo
Perjanjian dengan Maut (1976)
Ismail Marahimin
Dan Perang Pun Usai (1979)
Wisran Hadi
Empat Orang Melayu
Jalan Lurus
[sunting]Angkatan 1980 – 1990an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
[sunting]Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 – 1990an
Ahmadun Yosi Herfanda
Ladang Hijau (1980)
Sajak Penari (1990)
Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
Sembahyang Rumputan (1997)
Y.B Mangunwijaya
Burung-burung Manyar (1981)
Darman Moenir
Bako (1983)
Dendang (1988)
Budi Darma
Olenka (1983)
Rafilus (1988)
Sindhunata
Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
Arswendo Atmowiloto
Canting (1986)
Hilman Hariwijaya
Lupus – 28 novel (1986-2007)
Lupus Kecil – 13 novel (1989-2003)
Olga Sepatu Roda (1992)
Lupus ABG – 11 novel (1995-2005)
Dorothea Rosa Herliany
Nyanyian Gaduh (1987)
Matahari yang Mengalir (1990)
Kepompong Sunyi (1993)
Nikah Ilalang (1995)
Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)
Gustaf Rizal
Segi Empat Patah Sisi (1990)
Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
Ben (1992)
Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
Remy Sylado
Ca Bau Kan (1999)
Kerudung Merah Kirmizi (2002)
Afrizal Malna
Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990)
Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)
Dinamika Budaya dan Politik (1991)
Arsitektur Hujan (1995)
Pistol Perdamaian (1996)
Kalung dari Teman (1998)
[sunting]Angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang “Sastrawan Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra — puisi, cerpen, dan novel — pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.
[sunting]Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
Widji Thukul
Puisi Pelo
Darman
[sunting]Angkatan 2000-an
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya “Sastrawan Angkatan 2000″. Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
[sunting]Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
Ayu Utami
Saman (1998)
Larung (2001)
Seno Gumira Ajidarma
Atas Nama Malam
Sepotong Senja untuk Pacarku
Biola Tak Berdawai
Dewi Lestari
Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
Supernova 2.1: Akar (2002)
Supernova 2.2: Petir (2004)
Raudal Tanjung Banua
Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
Ziarah bagi yang Hidup (2004)
Parang Tak Berulu (2005)
Gugusan Mata Ibu (2005)
Habiburrahman El Shirazy
Ayat-Ayat Cinta (2004)
Diatas Sajadah Cinta (2004)
Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
Dalam Mihrab Cinta (2007)
Andrea Hirata
Laskar Pelangi (2005)
Sang Pemimpi (2006)
Edensor (2007)
Maryamah Karpov (2008)
Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
Ahmad Fuadi
Negeri 5 Menara (2009)
Ranah 3 Warna (2011)
Tosa
Lukisan Jiwa (puisi) (2009)
Melan Conis (2009)

Sastra indonesia


Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
Angkatan Pujangga Lama
Angkatan Sastra Melayu Lama
Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Pujangga Baru
Angkatan 1945
Angkatan 1950 – 1960-an
Angkatan 1966 – 1970-an
Angkatan 1980 – 1990-an
Angkatan Reformasi
Angkatan 2000-an
Karya Sastra Pujangga Lama
Sejarah
Sejarah Melayu (Malay Annals)
Hikayat
Hikayat Abdullah
Hikayat Aceh
Hikayat Amir Hamzah
Hikayat Andaken Penurat
Hikayat Bayan Budiman
Hikayat Djahidin
Hikayat Hang Tuah
Hikayat Iskandar Zulkarnain
Hikayat Kadirun
Hikayat Kalila dan Damina
Hikayat Masydulhak
Hikayat Pandawa Jaya
Hikayat Pandja Tanderan
Hikayat Putri Djohar Manikam
Hikayat Sri Rama
Hikayat Tjendera Hasan
Tsahibul Hikayat
Syair
Syair Bidasari
Syair Ken Tambuhan
Syair Raja Mambang Jauhari
Syair Raja Siak
Kitab agama
Syarab al-’Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
Asrar al-’Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
Nur ad-Daqa’iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri
Sastra Melayu Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 – 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti “Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya”, orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.
[sunting]Karya Sastra Melayu Lama
Robinson Crusoe (terjemahan)
Lawan-lawan Merah
Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
Graaf de Monte Cristo (terjemahan)
Kapten Flamberger (terjemahan)
Rocambole (terjemahan)
Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)
Bunga Rampai oleh A.F van Dewall
Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe
Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya
Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
Cerita Nyi Paina
Cerita Nyai Sarikem
Cerita Nyonya Kong Hong Nio
Nona Leonie
Warna Sari Melayu oleh Kat S.J
Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
Cerita Rossina
Nyai Isah oleh F. Wiggers
Drama Raden Bei Surioretno
Syair Java Bank Dirampok
Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen
Tambahsia
Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
Nyai Permana
Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)
dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya
[sunting]Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai “Raja Angkatan Balai Pustaka” oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah “novel Sumatera”, dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.[2]
Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:
Merari Siregar
Azab dan Sengsara (1920)
Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
Cinta dan Hawa Nafsu
Marah Roesli
Siti Nurbaya (1922)
La Hami (1924)
Anak dan Kemenakan (1956)
Muhammad Yamin
Tanah Air (1922)
Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
Nur Sutan Iskandar
Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
Cinta yang Membawa Maut (1926)
Salah Pilih (1928)
Karena Mentua (1932)
Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
Hulubalang Raja (1934)
Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
Tulis Sutan Sati
Tak Disangka (1923)
Sengsara Membawa Nikmat (1928)
Tak Membalas Guna (1932)
Memutuskan Pertalian (1932)
Djamaluddin Adinegoro
Darah Muda (1927)
Asmara Jaya (1928)
Abas Soetan Pamoentjak
Pertemuan (1927)
Abdul Muis
Salah Asuhan (1928)
Pertemuan Djodoh (1933)
Aman Datuk Madjoindo
Menebus Dosa (1932)
Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.
Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.


majas puisi

Majas yang ada dalam puisi adalah :
1. Metafora, yakni pengungkapan yang mengandung makna secara tersirat untuk mengungkapkan acuan makna yang lain selain makna sebenarnya.
2. Metonimia, yakni pengungkapan dengan menggunakan suatu realitas tertentu, baik itu nama orang, benda, atau sesuatu yang lain untuk menampilkan makna-makna tertentu. 
3. Anafora, yakni pengulangan kata atau frase pada awal dua larik puisi secara berurutan untuk penekanan atau keefektifan bahasa. 
4. Oksimoron, yaitu majas yang menggunakan penggabungan kata yang sebenarnya acuan maknanya bertentangan. 

Pengertian Bunyi, Rima dan Irama pada Puisi


Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif.
Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya : lagu, melodi, irama, dan sebagainya.
Bunyi di samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas ; menimbulkan suasana yang khusus dan sebagainya.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama.
Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait atau persamaam bunyi dalam puisi.
Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata.
Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Jenis- jenis Rima
 Rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
 Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi)
Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.
Berdasarkan letaknya, rima dibedakan:

persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi
persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal
persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horisontal
persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d)
Macam Ragam Bunyi
Ragam bunyi cacophony
Bunyi cachophony dapat dipakai untuk menciptakan suasana-suasana ketertekanan, keterasingan, kesedihan, syahdu, suram, haru, pilu, dan sbagainya. Secara visual ragam bunyi ini banyak memakai konsonan /b/, /p/, /m/, /k/, /h/, /p/, /t/, /s/, /r/, /ng/, /ny/
Ragam bunyi euphony.
Bunyi euphony dipakai untuk menghadirkan suasana keriangan, semangat, gerak, vitalitas hidup, kegembiraan, keberanian dan sebagainya. Secara visual ragam euphony didominasi dengan penggunaan bunyi-bunyi vocal. Efoni biasanya untuk menggambarkan perasaan cinta atau hal-hal yang menggambar kankesenangan lainnya.
Contoh efoni antara lain : berupa kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi) a, e, i, u, o dengan bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced) seperti b, d, g, j, bunyi liquida seperti r dan l, serta bunyi sengau seperti m, n, ny, dan ng.
Bunyi anamatope
Bunyi anamatope disebut sebagai lambang rasa, merupakan bunyi yang menghadirkan bunyi-bunyi makhluk hidup, alam, inatang dan sebagainya. Misalnya saja ringkik kuda, lenguh kerbau, cit-cit ayam, gericik air, tik-tik hujan.
Bunyi dibedakan dua aspek : 
a. Aspek Inheren
Ialah kekhususan bunyi a, o , atau p. Aspek ini disebut sifat bunyi atau bunyi indah( musicality,euphony)

b. Aspek Rasional 
Ialah dasar irama dan guru lagu : nada (tinggi rendah), tempo (lama atau sebentar), dinamik (kuat atau lemah), ulangan (jarang atau tetap).
Dalam puisi bunyi dipergunakan sebagai orkestrasi, ialah untuk menimbulkan bunyi musik. Bunyi konsonan dan vokal disusun begitu rupa sehingga menimbulkan
bunyi yang merdu dan berirama seperti bunyi musik. Dari bunyi musik ini dapatlah mengalir perasaan, imaji-imaji dalam pikiran atau pengalaman-pengalaman jiwa
Di dalam puisi bunyi kata itu di samping tugasnya yang utama sebagai simol arti dan juga untuk orkestarsi,digunakan sebagai:
1) Peniru bunyi atau anomatope
2) Lambang suara (kleanksymboliek)
3) Kiasan suara (klankmtapthoor)
Lambang rasa dihubungkan dengan suasana hati, suasana hati ringan, riang, dilukiskan dengan bunyi vocal e dan I yang terasa ringan, tinggi, kecil. Bila pemakaian bunyi tidak disesuaikan atau dihubungkan dengan peniru bunyi, kiasan bunyi, dan lambing rasa, hanya sebagai hiasan dan permainan bunyi saja, tidak untuk mengintensifkan arti, maka tidak mempunyai atau kurang mempunyai daya ekspresi. Bahkan yang seperti itu akan mengurangi atau menghilangkan kepuitisannya
Dalam karya sastra aspek irama ( ukuran waktu atau tempo ) juga penting dalam persoalan yang lebih penting adalah menerangkan sifat-sifat irama baik dalam puisi atau prosa. Dalam puisi irama merupakan factor penting. Sedangkan dalam prosa, irama dipahami seperti irama dalam percakapan sehari-hari.
c. Intonasi
Intonasi atau lagu kalimat berkaitan dengan ketepatan dalam menentukan keras-lemahnya pengucapan suatu kata. Intonasi dan artikulasi sangat berkaitan dengan irama. Irama merupakan unsur sangat penting dan jiwa dari sebuah puisi. Irama adalah totalitas dari tinggi rendah, keras lembut, dan panjang pendek suara. Irama puisi tercipta dengan melakukan intonasi.
Ada 3 jenis intonasi dalam pembacaan puisi:
 Intonasi dinamik, yaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap penting.
 Intonasi nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan lain sebagainya. Sementara, suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa, dan lain sebagainya.
 Intonasi tempo, yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.

semantik

1. Pengertian Semantik
Kata semantik dalam bahasa Indonesia(Inggris: semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda yang berarti “tanda” atau ‘lambang”. Kata kerja adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan “. Yang dimaksud tanda atau lambang disini sebagai penanda kata sema linguistik (signe linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure(1966), yaitu yang terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu.
Semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti. Cakupan semantik hanyalah makna atau arti.
2. Makna
a. Pengertia Makna
Tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi(yang mengartikan) dan unsur makna(yang diartikan).
Makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala-dalam-ujaran(utterance-internal-phenomenon)
Kaidah umum yang perlu diperhatikan dalam kaidah linguistik
 Hubungan anatara sebuah kata/leksem dan makna tidak mempunyai hubungan wajib.
 Secara singkronik makna sebuah kata atau leksem tidak berubah, secara diatonik ada kemungkinan berubah, tetapi dalam jangka waktu yang relatif tidak terbatas ada kemungkinan bias berubah. Namun bukan berarti setiap kata akan berubah maknanya.
 Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda pula maknanya. Maksudnya, kalau ada dua buah kata/leksem yang bentuknya berbeda meskipun bedanya sedikit, tetapi maknanya akan berbeda. Oleh karena itu dua kata yang disebut bersinonim pasti kesamaan maknanya tidak persis seratus persen pasti ada perbedaannya. Misalnya kata kini dan sekarang adalah dua buah kata yang bersinonim, tetapi kata sekarang yang frase bininya sekarang tidak dapat diganti dengan kata kini. Penggantian tersebut dapat menjadikannya tidak gramatikal.
 Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang berbeda dengan sistem semantik bahasa lain karenasistem semantik itu berkaitan erat dengan sistem budaya masyarakat pemakai bahasa itu, sedangkan sistem bahasa yang melatarbalakangi setiap bahasa itu berbeda.
 Makna setiap kata/leksem dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat yang berrsangkutan. Misalnya makna kata babi pada kelompok masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama islam tidak sama dengan kelompok masyarakat Indonesia yang bukan beragama Islam.
 Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk tersebut. Sebagai contoh bandingkan bentuk-bentuk:
a) Kereta
b) Kereta api
c) Kereta api ekspres
d) Kereta aspi ekspres malam
e) Kereta api ekspres malam luar biasa
Makna kereta pada (a) sangat luas, dan lebih luas dari (b); makna kereta pada (b) lebih luas dari (c); sedangkan (c) masih lebih luas dari (d); dan makna (d) masih lebih luas dari pada (e).

3. Jenis Makna
a. Makna Leksikal dan Gramatikal
Leksikal adalah bentuk bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata).satuan dari leksikan adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang beramakna.
Contoh:
(a) Kepalanya hancur terkena pecahan granat
(b) Rapornya ditahan kepala sekolah karena belum membayar SPP
Kata kepala pada kalimat (a) merupakan makna lesikal, sedangkan pada kalimat (b) bukan makna leksikal.
(a) Ibu memetik sekuntum mawar
(b) Kita dapat memetik manfaat dari cerita itu
Kata memetik pada kalimat (a) merupakan makna leksikal, sedangkan pada kalimat (b) bukan bermakna leksikal.
Proses penggabungan dalam bahasa Indonesia banyak melahirkan makna gramatikal. Kita lihat saja komposisi sate ayam tidak sama dengan komposisi sate Madura. Yang pertama menyatakan ‘asal bahan’ dan yang kedua menyatakan ‘asal tempat’.
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan non referensial berdasarkan ada tidak adanya referens dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempuyai referens, yaitu sesuatu dari luar bahasa yang yang diacu oleh kata itu maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak memiliki referen maka kata itu disebut kata bermakna nonreferesial.kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut “meja” dan “kursi”. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata karena dan tetapi termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
c. Makna Denotatif dan Konotatif
Perbedaan kata denotatif dan konotatif didasarkan pada ada atau tidaknya “nilai rasa”(istilah dari Slametmulyana, 1964) pada sebuah kata.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negative.
Makna denotative(sering juga disebut makna denotasional, makna konseptual, atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain) pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotative ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi factual objektif.
d. Makna Kata dan Makna Istilah
Perbedaan adanya makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam penggunaannya secara umum dan secara khusus. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan
e. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Perbedaan makna konseptual dan makna asosiatif didasarkan pada ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain.
Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Jadi sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna referensial, makna leksikal, dan makna denotatif. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan diluar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna ‘suci’ atau ‘kesucian’; kata merah berasosiasi dengan makna ‘berani’, atau juga ‘dengan golongan komunis’ ; kata cendrawasih berasosiasi dengan makna ‘indah’
f. Makna Idiomatikal dan Pribahasa
g. Makna Kias
h. Makna Kolusi, Ilokusi, dan Perlokusi
4. Relasi Makna
a. Sinonim
b. Antonim dan Oposisi
1) Oposisi Mutlak
2) Oposisi Kutub
3) Oposisi Hubungan
4) Oposisi Hierarkial
5) Oposisi Majemuk
c. Homonimi, Homofoni, dan Homografi
d. Homonimi dan Hipernimi
e. Polisemi
f. Ambiguitas
g. Redudansi
5. Medan Makna dan Komponen Makna
a. Medan Makna
b. Komponen Makna
c. Kesesuaian Semantis dan Gramatis
6. Perubahan Makna
a. Sebab-sebab Perubahan
1) Perkembangaqn dalam ilmu dan teknologi
2) Perkembangan social dan budaya
3) Perbedaan bidang pemakaian
4) Adanya asosiasi
5) Pertukaran tanggapan indra
6) Perbedaan tanggapan
7) Adanya penyingkatan
8) Proses gramatikal
9) Pengembangan istilah
b. Jenis Perubahan
1) Meluas
2) Menyempit
3) Perubahan total
4) Penghapusan(Eufamia)
5) Pengasaran
7. Kategori Makna Leksikal
a. Kategori Nominal
b. Kategori Verbal
c. Kategori Ajektival
d. Kategori pendamping
1) Pendamping nomina
2) Pendamping verba
3) Pendamping ajektiva
4) Pendamping klausa
e. Kategori Penghubung
1) Penghubung koordinatif
2) Penghubung subordinatif
Apakah anda menyukai artikel kami?
Rekan guru maupun calon guru, Anda sedang membaca Pengertian Semantik dan artikel Pengertian Semantik ini bersumber url http://bio-sanjaya.blogspot.com/2012/01/pengertian-semantik.html di Info Guru Site, Silahkan menyebar luaskan artikel Pengertian Semantik ini bila bermanfaat bagi sesama dengan mencantumkan link Pengertian Semantik sebagai sumbernya.
Description: Pengertian Semantik Rating: 4.5 Reviewer: Bio Sanjaya - ItemReviewed: Pengertian Semantik

jenis jenis penelitian

Penelitian Deskriptif

Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72). Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnyakondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.
Fenomena disajikan secara apa adanya hasil penelitiannya diuraikan secara jelas dan gamblang tanpa manipulasi oleh karena itu penelitian ini tidak adanya suatu hipotesis tetapi adalah pertanyaan penelitian. Analisis deskriptif dapat menggunakan analisis distribusi frekuensi yaitu menyimpulkan berdasarkan hasil rata-rata. Hasil penelitian deskriptif sering digunakan, atau dilanjutkan dengan melakukan penelitian analitik.
Jenis penelitian yang termasuk dalam kategori deskriptif adalah studi kasus dan penelitian surey.

Penelitian Studi Kasus

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif; Misalnya satu pasien, keluarga, kelompok, komunitas atau institusi. Meskipun jumlah subyek cenderung sedikit, jumlah variabel yang ditiliti sangat luas. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui semua variabel yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Penggalian data dapat melalui kuisioner, wawancara, observasi maupun data dokumen. Deskripsi dari studi kasus tergantung dari keadaan kasus tetapi tetap mempertimbangkan waktu. Keuntungan yang peling besar dari desain ini adalah pengkajian secara rinci meskipun jumlah dari responden sedikit, sehingga akan didapatkan gambaran satu unit subyek secara jelas. Misalnya, studi kasus tentang asuhan keperawatan pasien dengan typoid di RS. Peneliti akan mengkaji variabel yang sangat luas dari kasus diatas mulai dari menemukan masalah bio-psiko-sosio-spiritual.

Penelitian Survey

Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun, 1998). Survei merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk meneliti gejala suatu kelompok atau perilaku individu. Survey adalah suatu desain yang digunaan untuk penyelidikan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antar variabel dalam suatu popilasi. Pada survey tidak ada intervensi, survey mengumpulkan informasi dari tindakan seseorang,pengetahuan, kemauan, pendapat, perilaku, dan nilai.
Penggalian data dapat melalui kuisioner, wawancara, observasi maupun data dokumen. Penggalian data melalui kuisioner dapat dilakukan tanya jawab langsung atau melalui telepon, sms, e-mail maupun dengan penyebaran kuisioner melalui surat. Wawancara dapat dilakukan juga melalui telepon, video confeence maupun tatap muka-langsung. Keuntungan dari survey ini adalah dapat memperoleh berbagai informasi serta hasil dapat dipergunkan untuk tujuan lain. Akan tetapi informasi yang didapat sering kali cenderung bersifat superfisial. Oleh karena itu pada penelitian survey akan lebih baik jika dilaksanakan analisa secara bertahap.
Pada umumnya survei menggunakan kuesioner sebagai alat pengambil data. Survei menganut aturan pendekatan kuantitatif, yaitu semakin sample besar, semakin hasilnya mencerminkan populasi. Penelitian survey dapat digunakan untuk maksud penjajakan (eksploratif), menguraikan (deskriptif), penjelasan (eksplanatory) yaitu untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa, evaluasi, prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan dating, penelitian operational dan pengembangan indikaor-indikator social.


Penelitian Hubungan/korelasional (minimal 2 variabel penelitian).Penelitian korelasional dimaksudkan untuk mencari atau menguji hubungan antara variabel. Peneliti mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkenalkan, menguji berdasarkan teori yang ada. Desain yang sering digunakan adalah cross-sectinal.
Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel, Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti variasi variabel yang lain. Dengan demikian, dalam rancangan penelitian korelasional peneliti melibatkan minimal dua variabel.
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif (H1) yang berbunyi ”Ada hubungan antara variabel x dan y” dan hipotesis nol (HO) yang berbunyi ” Tidak ada hubungan antara variabel x dan y”.

Skema Penelitian Deskriprif Korelasional

Variabel X -----------Variabel Y

Interpretasi Hub.

Penilaian dari interpeasi ini adalah semakin mendekati nilai positif atau negatif satu (-/+ 1) adalah semakin signifikan atau semakin erat hubungannya.
Nilai ( + 1 )berarti semakin tinggi nilai variabel x semakin tinggi
Nilai variabel y

dan Nilai( - 1) berarti semakin rendah nilai vari abel x semakin rndah pula nilai variabel y nya.

Jenis Penelitian Komparasi/ Perbedaan
Penelitian komparasi atau perbedaan adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian antara dua kelompok penelitian.
Ada dua hal kelompok penelitian yaitu dua kelompok penelitian yang berbeda dan tidak saling berhubungan dan dua kelompok penelitian yang saling berhubungan.
Analisis yang digunakan adalah:
1. Analisis T. Test, Analisis Wilcoson atau mc nemar analisa ini digunakan untuk uji beda dua kelompok untuk data interval , rasio, dua kelompok yang berbeda tidak saling berhubungan (independent-sampel T test).
2. Analisis Paired t test, Jika dua kelompok mempunyai anggota yang sama dan mempunyai korelasi maka dipergunakan uji sampel berpasangan .

Jenis Penelitian pengaruhPenelitian ini ditujukan untuk menguji variabel independen terhadap variabel dependen. Karakteristik desain pengaruh adalah sebagai berikut:
1. variable independent menentukan intensitas variabel dependen
2. Dapat dijelaskan mekanisme perubahannya, (Tetapi) bukan sebagai penyebab (causation)
3. Jenis desain yang dipergunakan adalah eksperimental yaitu
a. True Expeimental (satu kelompok tidak dilakukan intervensi)
b. Quasy Experimental (satu kelompok dilakukan intervensi sesuai dengan metode yang dikehendai, kelompok lainnya dilakukan seperti biasanya)
c. Pre-Experimental: post only; pre-post. Satu kelompok dilakukan intervensi X dan kelompok lain dilakukan intervensi Y.





Definisi morfologi

Definisi morfologi adalah cabang dari linguistic yang mempelajari struktur internt kata, serta proses-proses pembentukannya; sedangkan pengertian sintaksis adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa dan kalimat. Satuan-satuan morfologi, yaitu morfem dan kata, maupun suatu sintaksis yaitu frase, klausa dan kalimat, jelas ada maknanya. Lagi pula baik proses morfologi dan proses sinatksis itu sendiri juga mempunyai makna. Oleh karena itu pada tataran ini ada masalah-masalah semantic yaitu disebut semantic gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut. Morfologi merupakan cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Definisi morfologi adalah cabang dari linguistic yang mempelajari struktur internt kata, serta proses-proses pembentukannya; sedangkan pengertian sintaksis adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa dan kalimat. Satuan-satuan morfologi, yaitu morfem dan kata, maupun suatu sintaksis yaitu frase, klausa dan kalimat, jelas ada maknanya. Lagi pula baik proses morfologi dan proses sinatksis itu sendiri juga mempunyai makna. Oleh karena itu pada tataran ini ada masalah-masalah semantic yaitu disebut semantic gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut. Morfologi merupakan cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.

UNSUR INTRINSIK CERPEN

UNSUR INTRINSIK CERPEN

Menjelaskan Unsur-Unsur Intrinsik Cerpen
Sebagaimana novel, cerpen juga dibentuk atas unsure ekstrinsik dan intrinsik. Meskipun bentuknya pendek, bahkan ada. Yang cuma 1 halaman, di dalamnya terdapat unsur-unsur intrinsik secara lengkap, yaitu tema,amanat,tokoh, alur, latar, sudut padang pengarang,dan dialog.
Unsure – unsure intrinsic cerpen mencakup : tema, alur, latar, perwatakan, sudut pandang, dan nilai – nilai yang terkandung didalamnya.
a. Tema adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.
b. Latar . setting adalah tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
c. Alur / plot adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita.
Alur meliputi beberapa tahap:
1. Pengantar : bagian cerita berupa lukisan , waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal cerita.
2. Penampilan masalah : bagian yang menceritakan maslah yang dihadapi pelaku cerita.
3. Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
4. Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur – angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
5. Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
6. Perwatakan :
Menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga segi yaitu melalui:
- Dialog tokoh
- Penjelasan tokoh
- Penggambaran fisik tokoh
7. Nilai (amanat) : pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang emalalui cerita.



PRAGMATIK DAN LINGKUPNYA 

 Istilah pragmatik sebagaimana kita kenal saat ini dapat ditelusuri melalui nama seorang filosof Charles Morris (1938) yang mengolah kembali pemikiran para filosof pendahulunya (Locke dan Pierce), mengenai ilmu tanda atau semiotik (semiotics). Dikatakan oleh Morris bahwa semiotik memiliki tiga cabang kajian, yaitu sintaksis (syntax), semantik (semantics), dan pragmatik (pragmatics). Sintaksis adalah kajian tentang hubungan formal antar tanda; semantik adalah kajian tentang hubungan tanda dengan objek tanda tersebut (designata); dan pragmatik adalah kajian tentang hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda itu (Levinson, 1985: 1; Nababan, 1987: 1; Purwo, 1990: 11; Wijana, 1996: 5).
Meskipun semantik dan pragmatik sama-sama berurusan dengan makna, namun keduanya memiliki perbedaan. Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua segi (dyadic), sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga segi (triadic). Dengan demikian, makna dalam pragmatik diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa, sedangkan dalam semantik, makna didefinisikan semata-mata sebagai ciri-ciri ungkapan dalam bahasa tertentu terpisah dari situasi, penutur, dan petutur (Leech, 1983: 8).
Semantik sebagai salah satu cabang (linguistik mengkaji makna bahasa (linguistic meaning, linguistic sense) secara internal, sedangkan pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna penutur (speaker meaning, speaker sense) yang bersifat eksternal (Wijana, 1997: 7; 1999: 6). Semantik adalah telaah makna kalimat (sentence), sedangkan pragmatik adalah telaah makna tuturan (utterance). Pada dasarnya, semantik menelaah makna kata atau klausa tetapi makna yang bebas konteks (context-independent), sedangkan pragmatik menelaah makna yang terikat konteks (context-independent) (Purwo, 1990: 16).
Leech (1983: 1) menyatakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran dalam situasi-situasi tertentu. Bila dikaitkan dengan semantik, studi semantik bersifat komplementer yang berarti bahwa studi tentang penggunaan bahasa dilakukan baik sebagai bagian terpisah dari sistem formal bahasa maupun sebagai bagian yang melengkapinya. Levinson (1985: 1) menyatakan bahwa “pragmatics, the study of the relation of signs to interpreters“. Pengertian/pemahaman bahasa menunjuk pada fakta bahwa untuk mengerti suatu ungkapan/ ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungan dengan konteksnya. Sementara Parker (dalam Wijana, 1996: 2) menyatakan “Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of languange use to communicate. Sebagai konklusi Purwo (1990: 16) menyatakan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik.
Dari definisi-definisi di atas terlihat bahwa pragmatik akan selalu berhubungan dengan penutur dan makna yang dipengaruhi oleh situasi. Oleh karenanya sebuah tuturan bisa memiliki makna yang berbeda dari makna secara semantis. Hal itu berarti bahwa makna dalam pragmatik bersifat eksternal karena dipengaruhi oleh konteks, sedangkan makna dalam semantik bersifat internal. Terjadinya perbedaan makna tersebut disebabkan oleh konteks yang digunakan. Konteks yang dimaksud adalah ihwal siapa yang mengatakan, kepada siapa, tempat, dan waktu diujarkannya suatu kalimat, anggapan-anggapan mengenai yang terlibat dalam tindakan mengutarakan kalimat (Purwo, 1990: 14).
Oller (dalam Yalden, 1985: 54) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara bentuk linguistik dan konteks. Secara logis aliran pragmatik juga melibatkan sintaksis, suatu bentuk linguistik tertentu yang berhubungan dengan setting paralinguistik yang sering disebut sebagai cash-value dari suatu kata tertentu. Cash-value ditentukan oleh aturan-aturan kebahasaan sehubungan dengan konteks paralinguistik yang berlaku yang bisa memberi arah bagi penutur untuk menggunakan suatu istilah tertentu. Teori pragmatik -menekankan pada fungsi bahasa dalam komunikasi riil karena makna setiap kata akan sangat bergantung pada fungsi yang dimainkan oleh bahasa tersebut dalam komunikasi yang sedang berlangsung. Teori pragmatik fungsional ini lebih cenderung bersifat sosial daripada psikologis.
Berkait dengan pengertian pragmatik di antaranya ada rumusan-rumusan lain sebagai berikut : 1. “Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dengan konteks ditatabahasakan atau yang dikodekan pada struktur bahasa.” (Pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language) (Levinson, 1985: 9). 2. “Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dengan konteks yang menjadi dasar untuk mengartikan bahasa itu”. (Pragmatics is the study of the relations between language and contexts that are basic to an account of language understanding). (Levinson, 1985: 21). 3. “Pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai sehingga kalimat-¬kalimat tersebut dapat dimaknai.” (Pragmatics is the study of the ability of langunge users to pair sentences with the contexts in which they would be appropriate) (Levinson, 1985: 24).
Definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa yang menjadi fokus pragmatik adalah hubungan antara bahasa dan konteks. Konteks menurut Hymes meliputi enam dimensi. Pertama, tempat dan waktu (setting); seperti di ruang kelas, di pasar, stasiun, masjid, dan warung kopi. Kedua, pengguna bahasa (participants); seperti dokter dengan pasien, dosen dengan mahasiswa, penjual dengan pembeli, menteri dengan presiden, dan anak dengan orang tua. Ketiga, topik pembicaraan (content); seperti pendidikan, kebudayaan, politik, bahasa, dan olah raga. Keempat, tujuan (purpose); seperti bertanya, menjawab, memuji, menjelaskan, dan menyuruh. Kelima, nada (key); seperti humor, marah, ironi, sarkastik, dan lemah lembut. Keenam, media/saluran (channel); seperti tatap muka, melalui telepon, melalui surat, melalui e-mail, dan melalui telegram (dalam Nurkamto, 2002: 2).
Sedangkan menurut Levinson (1985: 54) konteks di mana ujaran diproduksi, atau istilahnya adalah deixis, merupakan hal yang juga menjadi perhatian di dalam pragmatik. Ia memberikan contoh sebuah kalimat (Levinson, 1985: 54-55)yang kita baca dari tempelan yang ada di sebuah pintu kantor seseorang: I’ll be back in an hour.
Kalimat ini susah untuk diinterpretasi sebab kita tidak tahu kapan kalimat tersebut ditulis, sehingga kita pun tidak tahu kapan ia bakal kembali. Ia lalu memberikan contoh kalimat lainnya yang misalnya kita peroleh dari dalam sebuah botol yang terapung di laut: Meet me here a week from now with a stick about this big.
Kalimat tersebut bakal susah diinterpretasikan sebab informasi yang ada tidaklah mencukupi. Kita tidak tahu siapa yang bakal ditemui, di mana atau kapan bakal kita temui, atau seberapa besar tongkat yang harus kita bawa. Dari sinilah sebenarnya terpahami bahwa ujaran yang kita temui sehari-hari terikat kuat dengan aspek-aspek konteks ujaran. Levinson kemudian menjabarkan macam-macam deixis berdasarkan rujukannya atas tulisan Bühler, Frei, Fillmore, dan Lyons (1985: 61).
Macam-macam deixis tersebut adalah:
1. person deixis yang merujuk pada pemilihan pronomina yang bergantung pada konteks ujaran.
2. time deixis yang merujuk pada perbedaan antara saat pengujaran (moment of utterance) yang disebut juga dengan coding time (CT) dengan saat penerimaan suatu ujaran (moment of reception) atau juga diistilahkan dengan receiving time (RT).
3. place deixis atau space deixis merujuk pada kekhasan tempat yang menyebabkan perbedaan ujaran.
4. discourse deixis merujuk kepada penggunaan ungkapan yang mengikut pada konteks wacana sebelumnya.
5. social deixis yang merujuk kepada aspek-aspek ujaran yang terikat pada beberapa realitas situasi sosial menurut terjadinya ujaran.
Kemudian Levinson juga memaparkan lingkup pragmatik lainnya yaitu implicature. Implicature menempati posisi penting di dalam kajian pragmatik disebabkan oleh empat alasan (Levinson, 1985: 97-100). Alasan pertama adalah konsep implicature dapat menjelaskan fungsi makna dari fenomena linguistik bahwa penyusunan ujaran terkait dengan interaksi antarmanusia. Alasan kedua adalah bahwa implicature dapat menjelaskan interpretasi sebuah ajaran lebih daripada yang sebenarnya ‘dikatakan’. Alasan ketiga adalah bahwa implicature berkait dengan simplifikasi substansial berkait dengan baik struktur ujaran maupun konten deskripsi-deskripsi semantis. Alasan terakhir adalah konsep implicature menjadi penting di dalam beraneka rupa fakta mendasar mengenai bagaimana bahasa seharusnya diletakkan.
Konsep implicature sendiri merupakan konsep yang diusulkan oleh Herbert Paul Grice. Implicature secara istilah adalah suatu teori tentang bagaimana manusia menggunakan bahasa (Levinson, 1985: 101-102).
Grice mengajukan lima prinsip penggunaan bahasa, yaitu:
1. The co-operative principle; sebab penggunaan bahasa atau komunikasi adalah proses yang bukan satu arah, maka kontribusi yang memadai diperlukan. Partisipan harus saling berkerjasama di dalam percakapan.
2. The maxim of Quality; agar komunikasi berjalan baik maka: (i) jangan katakan apa yang diyakini salah, (ii) jangan katakan hal yang tidak mempunyai kecukupan bukti.
3. The maxim of Quantity; (i) kontribusi yang diberikan partisipan haruslah informatif dalam kerangka ketepatan komunikasi, (ii) jangan memberikan kontribusi yang melebihi kerangka kebutuhan informasi yang dibutuhkan di dalam komunikasi tersebut.
4. The maxim of Relevance; berikan kontribusi yang relevan.
5. The maxim of Manner; berikan kontribusi ujaran yang jelas dan dapat dipahami, serta secara khusus: (i) hindari obscurity (ketidakjelasan atau kesulitdimengertii), (ii) hindari ambiguity (ambiguitas), (iii) be brief (tidak usah bertele-tele), (iv) be orderly (runtut).
Konsep yang diusulkan oleh Grice sendiri mengalami kesulitan di dalam praktiknya karena tidak semua percakapan mengandung semua prinsip yang ia kemukakan. Meskipun demikian, sumbangsih Grice mengenai konsep ideal dari percakapan merupakan bahan kajian yang menarik di dalam pragmatik. Meskipun konsep tersebut dapat dikatakan berhasil digambarkan dalam film The Invention of Lying (2009). Hal lainnya yang juga menjadi objek kajian pragmatik adalah presupposition (persangkakiraan), speech acts (tindak tutur) yang diperkenalkan oleh John Langshaw Austin lalu kemudian dipermak oleh John Rogers Searle, dan conversation analysis. -
 DAFTAR PUSTAKA 
Leech, Geoffrey. 1983. The Principle of Pragmatics. London: Longman Group UK. Limited. Levinson, Stephen C. 1985. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press. Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud. Proyek Pengembangan Tenaga Kependidikan. Nurkamto, Joko. 2002. Pragmatik. Surakarta: FKIP Universitas Sebelas Maret. Purwo, Bambang K. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius. Latsis, Paris K. et al (Produser); Ricky Gervais (Sutradara); & Matthew Robinson (Sutradara). 2009. The Invention of Lying. United States: Warner Bros. Pictures. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi. ________. 1997. Linguistik, Sosiolinguistik, dan Pragmatik. Yogyakarta: Makalah Temu Ilmiah Bahasa dan Sastra 26-27 Maret. ________. 1999. Semantik dan Pragmatik. Makalah Seminar Nasional Semantik I. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Yalden, Janice. 1985. The Communicative Syllabus Evolution, Design, and Implementation. New York: Pergamon Press.

Sejarah Bahasa Indonesia


Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai sejarah jauh lebih panjang daripada Republik ini sendiri. Bahasa Indonesia telah dinyatakan sebagai bahasa nasional sejak tahun 1928, jauh sebelum Indonesia merdeka. Saat itu bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa persatuan dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai perekat bangsa. Saat itu bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antaretnis (lingua franca) yang mampu merekatkan suku-suku di Indonesia. Dalam perdagangan dan penyebaran agama pun bahasa Indonesia mempunyai posisi yang penting.

Deklarasi Sumpah Pemuda membuat semangat menggunakan bahasa Indonesia semakin menggelora. Bahasa Indonesia dianjurkan untuk dipakai sebagai bahasa dalam pergaulan, juga bahasa sastra dan media cetak. Semangat nasionalisme yang tinggi membuat perkembangan bahasa Indonesia sangat pesat karena semua orang ingin menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa.

Pada tahun 1930-an muncul polemik apakah bisa bahasa Indonesia yang hanya dipakai sebagai bahasa pergaulan dapat menjadi bahasa di berbagai bidang ilmu. Akhirnya pada tahun 1938 berlangsung Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Solo. Dalam pertemuan tersebut, semangat anti Belanda sangat kental sehingga melahirkan berbagai istilah ilmu pengetahuan dalam bahasa Indonesia. Istilah belah ketupat, jajaran genjang, merupakan istilah dalam bidang geometri yang lahir dari pertemuan tersebut.

Ketika penjajah Jepang mulai masuk ke Indonesia, mereka semakin mendorong penggunaan bahasa Indonesia. Pada tahun 1953, Poerwodarminta mengeluarkan Kamus Bahasa Indonesia yang pertama. Di situ tercatat jumlah lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000. Pada tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat 1.000 kata baru. Artinya, dalam waktu 23 tahun hanya terdapat 1.000 penambahan kata baru. Tetapi pada tahun 1988, terjadi loncatan yang luar bisa. Dari 24.000 kata, telah berkembang menjadi 62.000. Selain itu, setelah bekerja sama dengan Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, berhasil dibuat 340.000 istilah di berbagai bidang ilmu. Malahan sampai hari ini, Pusat Bahasa berhasil menambah 250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata umum telah berjumlah 78.000.

Sumber :Suara Pembaruan Daily